Belajar Sejarah untuk SMA
Blog sederhana ini akan membantu kalian khusunya para siswa SMA belajar sejarah
Rabu, 01 Maret 2017
Rabu, 30 November 2016
Selasa, 29 November 2016
Dampak Pendudukan Jepang di Indonesia
A.
Dampak
Pendudukan pada Bidang Politik
Pada
Januari 1942, Jepang mendarat di Indonesia melalui Ambon dan seluruh Maluku.
Meskipun pasukan KNIL dan pasukan Australia berusaha menghalangi, tapi kekuatan
Jepang tidak dapat dibendung. Daerah Tarakan dikalimantan Timur kemudian dikuasai
oleh Jepang bersamaan dengan Balikpapan. Jepang Kemudian menyerang sumatera
setelah berhasil memasuki Pontianak. Bersamaan dengan itu Jepang melakukan
serangan ke Jawa. Dalam bidang politik, Jepang melakukan kebijakan dengan
melarang penggunaan bahasa Belanda dan mewajibkan penggunaan bahasa Jepang. Struktur
pemerintahan dibuat sesuai dengan keinginan Jepang, misalnya desa dengan Ku, kecamatan dengan Si, dan karesidenan dengan Syu. Setiap upacara bendera dilakukan penghormatan
kearah Tokyo dengan membungkukkan badan 90 derajat yang ditunjukkan pada Kaisar
Jepang Tenno Heika.
Seperti
telah diterangkan di atas bahwa Jepang juga membentuk pemerintahan militer
dengan angkatan darat dan angkatan laut. Angkatan darat yang meliputi
Jawa-Madura berpusat di Batavia. Sementara itu di Sumatera berpusat di
Bukittinggi, angkatan lautnya membawahi Kalimanta, Sulawesi , Nusa Tenggara,
Maluku, dan Irian, sebagai pimpinan panglima tertinggi jepang untuk Asia
Tenggara yang berkedudukan di Dalat (Vietnam) Jepang Juga Membentuk
Organisasi-organisasi dengan maksud sebagai alat propaganda, seperti gerakan
Tiga A dan gerakan Putera, tetapi gerakat tersebut gagal dan dimanfaatkan oleh
kaum prgerakan sebagai wadah untuk pergerakan Nasional Tujuan utama pemerintah
jepang adalah menghapuskan pengaruh barat dan menggalang masyarakat agar
memihak Jepang. Pemerintah jepang juga menjanjikan kemerdekkaan bagi indonesia
yang diucapkan oleh PM Tojo dalam kunjungannya ke Indonesia pada September
1943. Kebijakan politik Jepang yang sangat keras itu membangkitkan semangat
perjuangan rakyat Indonesia terutama kaum nasionalis untuk segera mewujudkan
cicita mereka yaitu Indonesia yang merdeka.
Pada
pertengahan tahun 1943, kedudukan Jepang dalam Perang Pasifik mulai terdesak,
maka Jepang memberi kesempatan kepada bangsa Indonsia untuk turut mengambil
bagian dalam pemerintahan negara. Untuk itu pada tanggal 5 September 1943,
Jepang membentuk Badan Pertimbangan Karesidenan (Syu Sangi Kai) dan Badan
Pertimbangan Kota Praja Istimewa (Syi Sangi In). Banyak orang Indonesia yang
menduduki jabatan-jabatan tinggi dalam pemerintahan, seperti Prof. Dr. Husein
Jayadiningrat sebagai Kepala Departemen Urusan Agama (1 Oktober 1943) dan pada
tanggal 10 November 1943 Sutardjo Kartohadikusumo dan R.M.T.A. Surio
masing-masing diangkat menjadi Kepala Pemerintahan (Syikocan) di Jakarta dan
Banjarnegara. Di samping itu, ada enam departemen (bu) dengan gelar sanyo,
seperti berikut. a. Ir. Soekarno, Departemen Urusan Umum (Somubu); b. Mr.
Suwandi dan dr. Abdul Rasyid, Biro Pendidikan dan Kebudayaan Departemen Dalam
Negeri (Naimubu-Bunkyoku); c. Dr. Mr. Supomo, Departemen Kehakiman (Shihobu);
d. Mochtar bin Prabu Mangkunegoro, Departemen Lalu Lintas (Kotsubu); e. Mr.
Muh. Yamin, Departemen Propaganda (Sendenbu); f. Prawoto Sumodilogo, Departemen
Ekonomi (Sangyobu).
Dengan
demikian masa pendudukan Jepang di Indonesia membawa dampak yang sangat besar
dalam birokrasi pemerintahan. Situasi Perang Asia Pasifik pada awal tahun 1943
mulai berubah. Sikap ofensif Jepang beralih ke defensif. Jepang menyadari bahwa
untuk kepentingan perang perlu dukungan dari penduduk masing-masing daerah yang
didudukinya. Itulah sebabnya, Jepang mulai membentuk kesatuan-kesatuan
semimiliter dan militer untuk dididik dan dilatih secara intensif di bidang
militer. Di Indonesia ada beberapa kesatuan pertahanan yang dibentuk oleh
pemerintah Jepang. Selain itu pada tahun 1945 mendekati kekalahan Jepang dalam
perang pasifik dibentuklah badan persiapan kemerdekaan Indonesia, yaitu BPUPKI
dan PPKI. Dengan kemunculan badan persiapan ini, muncullah ide Pancasila.
B.
Dampak
Pendudukan pada Bidang Ekonomi
Jepang
berusaha untuk mendapatkan dan menguasai sumber-sumber bahan mentah untuk
industri perang. Jepang membagi rencananya dalam dua tahap. Tahap penguasaan,
yakni menguasai seluruh kekayaan alam termasuk kekayaan milik pemerintah Hindia
Belanda. Tahap penyusunan kembali struktur ekonomi wilayah dalam rangka memenuhi
kebutuhan perang. Sesuai dengan tahap ini maka pola ekonomi perang direncanakan
bahwa setiap wilayah harus melaksanakan autarki. Autarki, artinya setiap
wilayah harus mencukupi kebutuhan sendiri dan juga harus dapat menunjang
kebutuhan perang. Romusa mempunyai persamaan dengan kerja rodi/kerja paksa pada
zaman Hindia Belanda, yakni kerja tanpa mendapatkan upah. Memasuki tahun 1944
tuntutan kebutuhan pangan dan perang makin meningkat. Pemerintah Jepang mulai
melancarkan kampanye pengerahan barang dan menambah bahan pangan secara
besar-besaran yang dilakukan oleh Jawa Hokokai melalui nagyo kumiai (koperasi
pertanian), dan instansi pemerintah lainnya. Pengerahan bahan makanan ini
dilakukan dengan cara penyerahan padi atau hasil panen lainnya kepada pemerintah.
Dari jumlah hasil panen, rakyat hanya boleh memiliki 40 %, 30 % diserahkan
kepada pemerintah, dan 30 % lagi diserahkan lumbung untuk persediaan bibit.
Tindakan
pemerintah ini menimbulkan kesengsaraan. Penebangan hutan (untuk pertanian)
menyebabkan bahaya banjir, penyerahan hasil panen dan romusa menyebabkan rakyat
kekurangan makan, kurang gizi, dan stamina menurun. Akibatnya, bahaya kelaparan
melanda di berbagai daerah dan timbul berbagai penyakit serta angka kematian
meningkat tajam. Bahkan, kekurangan sandang menyebabkan sebagian besar rakyat
di desa-desa telah memakai pakaian dari karung goni atau "bagor",
bahkan ada yang menggunakan lembaran karet.
Di
samping menguras sumber daya alam, Jepang juga melakukan eksploitasi tenaga
manusia. Hal ini akan membawa dampak terhadap mobilitas sosial masyarakat
Indonesia. Puluhan hingga ratusan ribu penduduk desa yang kuat dikerahkan untuk
romusa membangun sarana dan prasarana perang, seperti jalan raya, jembatan,
lapangan udara, pelabuhan, benteng bawah tanah, dan sebagainya. Mereka dipaksa
bekerja keras (romusa) sepanjang hari tanpa diberi upah, makan pun sangat
terbatas. Akibatnya, banyak yang kelaparan, sakit dan meninggal ditempat kerja.
Untuk mengerahkan tenaga kerja yang banyak, di tiap-tiap desa dibentuk panitia
pengerahan tenaga yang disebut Rumokyokai. Tugasnya menyiapkan tenaga sesuai
dengan jatah yang ditetapkan. Untuk menghilangkan ketakutan penduduk dan
menutupi rahasia itu maka Jepang menyebut para romusa dengan sebutan prajurit
ekonomi atau pahlawan pekerja.
Menurut
catatan sejarah, jumlah tenaga kerja yang dikirim ke luar Jawa, bahkan ke luar
negeri seperti ke Burma, Malaya, Vietnam, dan Mungthai/Thailand mencapai
300.000 orang. Pada bulan Januari 1944, Jepang memperkenalkan sistem tonarigumi
(rukun tetangga). Tonarigumi merupakan kelompok-kelompok yang masing-masing
terdiri atas 10–20 rumah tangga. Maksud diadakannnya tonarigumi adalah untuk
mengawasi penduduk, mengendalikan, dan memperlancar kewajiban yang dibebankan
kepada mereka. Dengan adanya perang yang makin mendesak maka tugas yang
dilakukan Tonarigumi adalah mengadakan latihan tentang pencegahan bahaya udara,
kebakaran, pemberantasan kabar bohong, dan mata-mata musuh.
C.
Dampak
Pendudukan pada Bidang Sosial Budaya
1.
Komunikasi Sosial
Sudah
sepenuhnya dipahami bahwa Angkatan Perang Jepang yang menguasai Indonesia,
sepenuhnya mengendalikan media komunikasi massa seperti surat kabar, majalah,
kantor berita, radio, film dan sandiwara. Dengan sarana tersebut, dapat
dipancarkan bahan-bahan propagandanya.
Surat kabar
dan majalah terbit tanpa izin istimewa, tetapi diawasi oleh badan-badan sensor.
Pikiran-pikiran atau pendapat-pendapat yang tiada sesuai dengan kehendak
Jepang, dilarang. Surat kabar yang terbit dibawah pengawasan badan yang diberi
nama Jawa Shinbunkai. Surat kabar berbahasa Belanda, Cina, Indonesia dihentikan
penerbitannya oleh Pemerintah Militer Jepang. Hanya untuk sementara, surat
kabar Thahaja Timoer dan surat kabar pemandangan berusaha untuk meneruskan
penerbitannya dengan menyatakan kepada Jepang “bahwa memberhentikannya adalah
suatu usaha menekan pikiran dan menghalangi kemajuan Indonesia”. Tidak lama
kemudian surat kabar tersebut dipaksa oleh Jepang untuk tidak terbit lagi.
Sebagai gantinya diterbitkan surat kabar Asia Raja mulai bulan April 1942
dengan pimpinan Sukardjo Wirjopranoto.
Pada
tanggal 8 Desember 1942 di Jakarta diterbitkan oleh pemerintah sebuah surat
kabar yang bernama Jawa Shinbun. Surat kabar berbahasa Jepang tersebut berada
dibawah pimpinan Bhunsiro Suzuki. Surat kabar Asia Raja dan Jawa Shinbun
merupakan sumber pemberitaan bagi semua surat kabar di Jawa. Selain itu,
diterbitkan pula surat kabar Kung Yung Pao yang berbahasa China dibawah
pimpinan Oei Tiang Tjoei. Di Bandung surat kabar Sipatahunan dari Paguyuban
Pasundan dan surat kabar Nicork ekspress dihentikan penerbitannya oleh Jepang
dan diganti dengan surat kabar Thahaja dengan pimpinan umum oleh Otto Iskandar
Dinata. Surat kabar Mataram kepunyaan Belanda di Yogyakarta diganti dengan
surat kabar Sinar Matahari dengan pimpinan R. Sudjito, sedangkan surat kabar
Sedyo Tomo kepunyaan orang Indonesia tidak diperbolehkan lagi terbit.
Demikianlah
surat kabar – surat kabar, baik yang dilarang terbit dan dihentikan
peredarannya maupun diterbitkan oleh Jepang, yang kesemuanya itu tidak lepas
dari pertimbangan politik Jepang di Indonesia.
Radio
tidak kurang pentingnya sebagai alat komunikasi massa, dan karena itu Jepang
pun setelah menduduki Indonesia terus bertindak menguasai radio, baik swasta
maupun semipemerintah, seperti Perserikatan-Perserikatan Radio Ketimuran
(PPRK), Nederlands Indische Radio Omroep Maatsjhappij (NIROM), dan sebagainya.
Setelah menghentikan aktivitas siaran radio dan semipemerintah tersebut, Jepang
mendirikan suatu badan yang mengurus dan menyelenggarakan siaran radio, baik di
pusat maupun di daerah – daerah. Badan ini diberi nama Hoso Kanrikyoku untuk
Jawa dibawah pimpinan Tomabechi yang mempunyai delapan cabang radio di
daerah-daerah dan disebut hosokyoku Jakarta, Bandung, Purwokerto, Yogyakarta,
Semarang, Malang, Surabaya dan Surakarta. Cabang- cabang tersebut dipimpin oleh
Jepang sendiri seperti halnya di Jakarta dipimpin oleh Shimamura.
Sarana
komunikasi, pers dan radio pada masa Pendudukan Jepang memainkan peran penting
untuk menyebarluaskan serta meningkatkan semangat nasional rakyat Indonesia,
karena mereka dapat mendengar dan membaca pidato-pidato dan tulisan-tulisan
para tokoh pergerakan nasional Indonesia.
Radio
turut menyebarluaskan pemakaian bahasa Indonesia. Dalam masa itu Indonesia
sangat terisolasi dari hubungan dengan dunia luar sehingga dapat dikatakan
bahwa pada masa Pendudukan Jepang itu Indonesia tertutup dari luar ke dalam,
karena komunikasi di dalam Indonesia sendiri tertutup, misalnya antarpulau
Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Seluruh komunikasi dikendalikian oleh Pemerintah
Militer Jepang.
Demikian
kerasnya larangan pemakaian bahasa Belanda sehingga boleh dikatakan di semua
toko, rumah makan, perusahaan, perkumpulan dan lain-lainnya papan nama atau
papan iklan yang berbahasa Belanda diganti dengan yang berbahasa Indonesia atau
berbahasa Jepang. Film atau gambar-gambar yang memakai bahasa Belanda dilarang
beredar. Ketika itu sudah jelas bahwa maksud orang Jepang adalah untuk
menggantikan bahasa Belanda dengan bahasa Jepang. Karena itulah di semua
sekolah, yang dibuka kembali oleh Jepang diberi mata pelajaran bahasa Jepang.
Di kota-kota besar, madya, kecil maupun dikantor-kantor diadakan kursus bahasa
Jepang, yang juga mengadakan ujian. Bahkan terdapat pula sekolah-sekolah khusus
untuk pengajaran bahasa Jepang.
2.
Pendidikan
Pendidikan
Zaman Pendudukan Jepang pendidikan tingkat dasar dijadikan satu macam saja
yakni sekolah dasar 6 tahun. Sebenarnya Jepang melakukan penyeragaman itu
adalah hanya untuk memudahkan pengawasan terhadap sekolah-sekolah tersebut,
baik dalam isi maupun penyelenggaraan.
Mengadakan
pelatihan bagi guru-guru di Jakarta untuk mendoktrinasi mereka dalam Hakko
Ichiu (“delapan benang-benang dibawah satu atap”, yang inti sarinya adalah
pembentukan suatu lingkungan yang didominasi oleh Jepang yang meliputi
bagian-bagian besar dunia). Para peserta pelatihan diambil dari tiap-tiap
daerah/ kabupaten. Sesudah selesai dari pelatihan tersebut mereka harus kembali
ke daerah masing-masing dan mengadakan pelatihan untuk meneruskan hasil-hasil
yang diperolehnya selama pelatihan di Jakarta.
Sekolah
umum terdiri dari:
a. Sekolah rakyat enam tahun (kokumin gakko),
disamping itu masih ada lagi sekolah desa atau sekolah pertama;
a.
Sekolag guru dua tahun (shoto shinan
gakko);
b.
Sekolah guru empat tahun (cuto shinan
gakko);
c. Sekolah guru enam tahun
(koto shinan gakko).
Rupanya
disiplin militer yang merupakan ciri Pemerintahan militer Jepang diterapkan
pula di bidang pendidikan. Murid-murid diharuskan melakukan kinrohosyi (kerja
bakti), seperti mengumpulkan bahan-bahan untuk perang, menanam bahan makanan,
membersihkan asrama, dan memperbaiki jalan-jalan. Selain itu juga diadakan
latihan jasmani yang keras serta kemiliteran. Murid-murid
menerima pembelajaran sedemikian rupa agar mereka “bersemangat Jepang” (Nippon
Seishin).Hal lainnya yang harus dilakukan para pelajar adalah menyanyikan lagu
kebangsaan Jepang Kimigayo dan lagu-lagu lainnya, melakukan penghormatan ke
arah istana Kaisar di Tokyo seikeirei, dan menghormati bendera Jepang dan
melakukan gerak badan taiso. Demikianlah sekolah-sekolah atau
perguruan-perguruan menjadi tempat indoktrinasi Jepang. Menurut Jepang, melalui
pendidikan dibentuk kader-kader untuk mempelopori dan melaksanakan konsepsi
“Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya” dikatakan tergantung kepada kemenangan
dalam “Perang Asia Timur Raya”. Oleh karena itu segala usaha harus ditujukan kepada
memenangkan perang itu.
3.
Kesenian
Sifat
sastra di masa Pendudukan Jepang sudah dengan sendirinya lain daripada sifat
sastra di masa damai. Umumnya isi cerita dan sajak-sajak di tengah-tengah suatu
perang yang dahsyat mengandung usaha menimbulkan semangat serta menyebarka
patriotisme atau menganjurkan semangat bekerja.Untuk
mengarahkan agar karya-karya seniman (seperti roman, sajak, lagu, lukisan,
sandiwara dan film) itu jangan menyimpang dari tujuan Jepang, didirikanlah
sebuah Pusat kebudayaan pada tanggal 1 April 1943 di Jakarta yang diberi nama
bahasa Jepang Keimin Bunka Sidosho. Penyairan hasil karya Pujangga Baru, begitu
Jepang tiba di Indonesia, segera mereka hentikan. Di dalam Keimin Bunka Sidosho
kegiatan sastrawan-sastrawan dapat diawasi oleh Jepang, karena baik Keimin
Bunka Sidosho maupun Jawa Shinbunkai tidak mengizinkan para pengarang atau
sastrawan mengeluarkan isi hatinya dalam bentuk karangan atau cerita kecuali
bila mendukung poliyik Pemerintah Pendudukan Jepang.
Video propaganda Jepang untuk menarik simpati rakyat Indonesia.
Video propaganda Jepang untuk menarik simpati rakyat Indonesia.
Klik Latihan Soal untuk melakukan evaluasi hasil bacaan
Sumber :
Al-Maruzy, Amir.(Tanpa Tahun).Dampak Pendudukan Jepang di Indonesia.[Online]. Diakses dari http:// www. gurusejarah. com/ 2015/ 01/ dampak-pendudukan-jepang-di-indonesia. html.Diakses pada 29 November 2016.
Kasenda, Peter.(2015).
Soekarno Di Bawah Bendera Jepang (1942-1945). Jakarta: Kompas.
Imran,
dkk. (2012). Indonesia dalam arus
sejarah. PT. Ichtiar Baru van Hoeve dan KemendikBud Republik Indonesia.
Poesponegoro&Notosusanto. (1993). Sejarah Nasional Jilid VI. Jakarta:
Balai Pustaka.
Wanhar,
Wenri.(2014).Jejak Intel Jepang : Kisah Pembelotan Tomegoro Yoshizumi.Jakarta:
Kompas.
Senin, 28 November 2016
Minggu, 27 November 2016
Pendiri Blog
Blog ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah TIK dalam Pendidikan Sejarah yang diampu oleh:
Drs. Tarunasena Ma’mur,M.Pd.
oleh kelompok 5 :
Anisya
Rachmiati 1505169
Bobby
Hadiansyah 1504945
Dikry
Feisal Rachman 1503582
Dini
Nur Aisyah 1501796
Rima
Fransiska 1504946
DEPARTEMEN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2016
Untuk kedepannya mudah-mudahan blog ini bisa lebih produktif dan memberi manfaat bagi pembaca terutama untuk siswa sekolah menengah atas dalam belajar dan menambah wawasan tentang sejarah.
Langganan:
Postingan (Atom)