Selasa, 29 November 2016

Dampak Pendudukan Jepang di Indonesia

A.      Dampak Pendudukan pada Bidang Politik

Pada Januari 1942, Jepang mendarat di Indonesia melalui Ambon dan seluruh Maluku. Meskipun pasukan KNIL dan pasukan Australia berusaha menghalangi, tapi kekuatan Jepang tidak dapat dibendung. Daerah Tarakan dikalimantan Timur kemudian dikuasai oleh Jepang bersamaan dengan Balikpapan. Jepang Kemudian menyerang sumatera setelah berhasil memasuki Pontianak. Bersamaan dengan itu Jepang melakukan serangan ke Jawa. Dalam bidang politik, Jepang melakukan kebijakan dengan melarang penggunaan bahasa Belanda dan mewajibkan penggunaan bahasa Jepang. Struktur pemerintahan dibuat sesuai dengan keinginan Jepang, misalnya desa dengan Ku, kecamatan dengan Si, dan karesidenan dengan Syu. Setiap upacara bendera dilakukan penghormatan kearah Tokyo dengan membungkukkan badan 90 derajat yang ditunjukkan pada Kaisar Jepang Tenno Heika.
Seperti telah diterangkan di atas bahwa Jepang juga membentuk pemerintahan militer dengan angkatan darat dan angkatan laut. Angkatan darat yang meliputi Jawa-Madura berpusat di Batavia. Sementara itu di Sumatera berpusat di Bukittinggi, angkatan lautnya membawahi Kalimanta, Sulawesi , Nusa Tenggara, Maluku, dan Irian, sebagai pimpinan panglima tertinggi jepang untuk Asia Tenggara yang berkedudukan di Dalat (Vietnam) Jepang Juga Membentuk Organisasi-organisasi dengan maksud sebagai alat propaganda, seperti gerakan Tiga A dan gerakan Putera, tetapi gerakat tersebut gagal dan dimanfaatkan oleh kaum prgerakan sebagai wadah untuk pergerakan Nasional Tujuan utama pemerintah jepang adalah menghapuskan pengaruh barat dan menggalang masyarakat agar memihak Jepang. Pemerintah jepang juga menjanjikan kemerdekkaan bagi indonesia yang diucapkan oleh PM Tojo dalam kunjungannya ke Indonesia pada September 1943. Kebijakan politik Jepang yang sangat keras itu membangkitkan semangat perjuangan rakyat Indonesia terutama kaum nasionalis untuk segera mewujudkan cicita mereka yaitu Indonesia yang merdeka.
Pada pertengahan tahun 1943, kedudukan Jepang dalam Perang Pasifik mulai terdesak, maka Jepang memberi kesempatan kepada bangsa Indonsia untuk turut mengambil bagian dalam pemerintahan negara. Untuk itu pada tanggal 5 September 1943, Jepang membentuk Badan Pertimbangan Karesidenan (Syu Sangi Kai) dan Badan Pertimbangan Kota Praja Istimewa (Syi Sangi In). Banyak orang Indonesia yang menduduki jabatan-jabatan tinggi dalam pemerintahan, seperti Prof. Dr. Husein Jayadiningrat sebagai Kepala Departemen Urusan Agama (1 Oktober 1943) dan pada tanggal 10 November 1943 Sutardjo Kartohadikusumo dan R.M.T.A. Surio masing-masing diangkat menjadi Kepala Pemerintahan (Syikocan) di Jakarta dan Banjarnegara. Di samping itu, ada enam departemen (bu) dengan gelar sanyo, seperti berikut. a. Ir. Soekarno, Departemen Urusan Umum (Somubu); b. Mr. Suwandi dan dr. Abdul Rasyid, Biro Pendidikan dan Kebudayaan Departemen Dalam Negeri (Naimubu-Bunkyoku); c. Dr. Mr. Supomo, Departemen Kehakiman (Shihobu); d. Mochtar bin Prabu Mangkunegoro, Departemen Lalu Lintas (Kotsubu); e. Mr. Muh. Yamin, Departemen Propaganda (Sendenbu); f. Prawoto Sumodilogo, Departemen Ekonomi (Sangyobu).
Dengan demikian masa pendudukan Jepang di Indonesia membawa dampak yang sangat besar dalam birokrasi pemerintahan. Situasi Perang Asia Pasifik pada awal tahun 1943 mulai berubah. Sikap ofensif Jepang beralih ke defensif. Jepang menyadari bahwa untuk kepentingan perang perlu dukungan dari penduduk masing-masing daerah yang didudukinya. Itulah sebabnya, Jepang mulai membentuk kesatuan-kesatuan semimiliter dan militer untuk dididik dan dilatih secara intensif di bidang militer. Di Indonesia ada beberapa kesatuan pertahanan yang dibentuk oleh pemerintah Jepang. Selain itu pada tahun 1945 mendekati kekalahan Jepang dalam perang pasifik dibentuklah badan persiapan kemerdekaan Indonesia, yaitu BPUPKI dan PPKI. Dengan kemunculan badan persiapan ini, muncullah ide Pancasila. 

B.       Dampak Pendudukan pada Bidang Ekonomi

Jepang berusaha untuk mendapatkan dan menguasai sumber-sumber bahan mentah untuk industri perang. Jepang membagi rencananya dalam dua tahap. Tahap penguasaan, yakni menguasai seluruh kekayaan alam termasuk kekayaan milik pemerintah Hindia Belanda. Tahap penyusunan kembali struktur ekonomi wilayah dalam rangka memenuhi kebutuhan perang. Sesuai dengan tahap ini maka pola ekonomi perang direncanakan bahwa setiap wilayah harus melaksanakan autarki. Autarki, artinya setiap wilayah harus mencukupi kebutuhan sendiri dan juga harus dapat menunjang kebutuhan perang. Romusa mempunyai persamaan dengan kerja rodi/kerja paksa pada zaman Hindia Belanda, yakni kerja tanpa mendapatkan upah. Memasuki tahun 1944 tuntutan kebutuhan pangan dan perang makin meningkat. Pemerintah Jepang mulai melancarkan kampanye pengerahan barang dan menambah bahan pangan secara besar-besaran yang dilakukan oleh Jawa Hokokai melalui nagyo kumiai (koperasi pertanian), dan instansi pemerintah lainnya. Pengerahan bahan makanan ini dilakukan dengan cara penyerahan padi atau hasil panen lainnya kepada pemerintah. Dari jumlah hasil panen, rakyat hanya boleh memiliki 40 %, 30 % diserahkan kepada pemerintah, dan 30 % lagi diserahkan lumbung untuk persediaan bibit.
Tindakan pemerintah ini menimbulkan kesengsaraan. Penebangan hutan (untuk pertanian) menyebabkan bahaya banjir, penyerahan hasil panen dan romusa menyebabkan rakyat kekurangan makan, kurang gizi, dan stamina menurun. Akibatnya, bahaya kelaparan melanda di berbagai daerah dan timbul berbagai penyakit serta angka kematian meningkat tajam. Bahkan, kekurangan sandang menyebabkan sebagian besar rakyat di desa-desa telah memakai pakaian dari karung goni atau "bagor", bahkan ada yang menggunakan lembaran karet.
Di samping menguras sumber daya alam, Jepang juga melakukan eksploitasi tenaga manusia. Hal ini akan membawa dampak terhadap mobilitas sosial masyarakat Indonesia. Puluhan hingga ratusan ribu penduduk desa yang kuat dikerahkan untuk romusa membangun sarana dan prasarana perang, seperti jalan raya, jembatan, lapangan udara, pelabuhan, benteng bawah tanah, dan sebagainya. Mereka dipaksa bekerja keras (romusa) sepanjang hari tanpa diberi upah, makan pun sangat terbatas. Akibatnya, banyak yang kelaparan, sakit dan meninggal ditempat kerja. Untuk mengerahkan tenaga kerja yang banyak, di tiap-tiap desa dibentuk panitia pengerahan tenaga yang disebut Rumokyokai. Tugasnya menyiapkan tenaga sesuai dengan jatah yang ditetapkan. Untuk menghilangkan ketakutan penduduk dan menutupi rahasia itu maka Jepang menyebut para romusa dengan sebutan prajurit ekonomi atau pahlawan pekerja.
Menurut catatan sejarah, jumlah tenaga kerja yang dikirim ke luar Jawa, bahkan ke luar negeri seperti ke Burma, Malaya, Vietnam, dan Mungthai/Thailand mencapai 300.000 orang. Pada bulan Januari 1944, Jepang memperkenalkan sistem tonarigumi (rukun tetangga). Tonarigumi merupakan kelompok-kelompok yang masing-masing terdiri atas 10–20 rumah tangga. Maksud diadakannnya tonarigumi adalah untuk mengawasi penduduk, mengendalikan, dan memperlancar kewajiban yang dibebankan kepada mereka. Dengan adanya perang yang makin mendesak maka tugas yang dilakukan Tonarigumi adalah mengadakan latihan tentang pencegahan bahaya udara, kebakaran, pemberantasan kabar bohong, dan mata-mata musuh.

C.      Dampak Pendudukan pada Bidang Sosial Budaya


1.        Komunikasi Sosial
Sudah sepenuhnya dipahami bahwa Angkatan Perang Jepang yang menguasai Indonesia, sepenuhnya mengendalikan media komunikasi massa seperti surat kabar, majalah, kantor berita, radio, film dan sandiwara. Dengan sarana tersebut, dapat dipancarkan bahan-bahan propagandanya.
Surat kabar dan majalah terbit tanpa izin istimewa, tetapi diawasi oleh badan-badan sensor. Pikiran-pikiran atau pendapat-pendapat yang tiada sesuai dengan kehendak Jepang, dilarang. Surat kabar yang terbit dibawah pengawasan badan yang diberi nama Jawa Shinbunkai. Surat kabar berbahasa Belanda, Cina, Indonesia dihentikan penerbitannya oleh Pemerintah Militer Jepang. Hanya untuk sementara, surat kabar Thahaja Timoer dan surat kabar pemandangan berusaha untuk meneruskan penerbitannya dengan menyatakan kepada Jepang “bahwa memberhentikannya adalah suatu usaha menekan pikiran dan menghalangi kemajuan Indonesia”. Tidak lama kemudian surat kabar tersebut dipaksa oleh Jepang untuk tidak terbit lagi. Sebagai gantinya diterbitkan surat kabar Asia Raja mulai bulan April 1942 dengan pimpinan Sukardjo Wirjopranoto.           
Pada tanggal 8 Desember 1942 di Jakarta diterbitkan oleh pemerintah sebuah surat kabar yang bernama Jawa Shinbun. Surat kabar berbahasa Jepang tersebut berada dibawah pimpinan Bhunsiro Suzuki. Surat kabar Asia Raja dan Jawa Shinbun merupakan sumber pemberitaan bagi semua surat kabar di Jawa. Selain itu, diterbitkan pula surat kabar Kung Yung Pao yang berbahasa China dibawah pimpinan Oei Tiang Tjoei. Di Bandung surat kabar Sipatahunan dari Paguyuban Pasundan dan surat kabar Nicork ekspress dihentikan penerbitannya oleh Jepang dan diganti dengan surat kabar Thahaja dengan pimpinan umum oleh Otto Iskandar Dinata. Surat kabar Mataram kepunyaan Belanda di Yogyakarta diganti dengan surat kabar Sinar Matahari dengan pimpinan R. Sudjito, sedangkan surat kabar Sedyo Tomo kepunyaan orang Indonesia tidak diperbolehkan lagi terbit.
Demikianlah surat kabar – surat kabar, baik yang dilarang terbit dan dihentikan peredarannya maupun diterbitkan oleh Jepang, yang kesemuanya itu tidak lepas dari pertimbangan politik Jepang di Indonesia. 
Radio tidak kurang pentingnya sebagai alat komunikasi massa, dan karena itu Jepang pun setelah menduduki Indonesia terus bertindak menguasai radio, baik swasta maupun semipemerintah, seperti Perserikatan-Perserikatan Radio Ketimuran (PPRK), Nederlands Indische Radio Omroep Maatsjhappij (NIROM), dan sebagainya. Setelah menghentikan aktivitas siaran radio dan semipemerintah tersebut, Jepang mendirikan suatu badan yang mengurus dan menyelenggarakan siaran radio, baik di pusat maupun di daerah – daerah. Badan ini diberi nama Hoso Kanrikyoku untuk Jawa dibawah pimpinan Tomabechi yang mempunyai delapan cabang radio di daerah-daerah dan disebut hosokyoku Jakarta, Bandung, Purwokerto, Yogyakarta, Semarang, Malang, Surabaya dan Surakarta. Cabang- cabang tersebut dipimpin oleh Jepang sendiri seperti halnya di Jakarta dipimpin oleh Shimamura.
Sarana komunikasi, pers dan radio pada masa Pendudukan Jepang memainkan peran penting untuk menyebarluaskan serta meningkatkan semangat nasional rakyat Indonesia, karena mereka dapat mendengar dan membaca pidato-pidato dan tulisan-tulisan para tokoh pergerakan nasional Indonesia.
Radio turut menyebarluaskan pemakaian bahasa Indonesia. Dalam masa itu Indonesia sangat terisolasi dari hubungan dengan dunia luar sehingga dapat dikatakan bahwa pada masa Pendudukan Jepang itu Indonesia tertutup dari luar ke dalam, karena komunikasi di dalam Indonesia sendiri tertutup, misalnya antarpulau Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Seluruh komunikasi dikendalikian oleh Pemerintah Militer Jepang.
Demikian kerasnya larangan pemakaian bahasa Belanda sehingga boleh dikatakan di semua toko, rumah makan, perusahaan, perkumpulan dan lain-lainnya papan nama atau papan iklan yang berbahasa Belanda diganti dengan yang berbahasa Indonesia atau berbahasa Jepang. Film atau gambar-gambar yang memakai bahasa Belanda dilarang beredar. Ketika itu sudah jelas bahwa maksud orang Jepang adalah untuk menggantikan bahasa Belanda dengan bahasa Jepang. Karena itulah di semua sekolah, yang dibuka kembali oleh Jepang diberi mata pelajaran bahasa Jepang. Di kota-kota besar, madya, kecil maupun dikantor-kantor diadakan kursus bahasa Jepang, yang juga mengadakan ujian. Bahkan terdapat pula sekolah-sekolah khusus untuk pengajaran bahasa Jepang.
2.        Pendidikan
Pendidikan Zaman Pendudukan Jepang pendidikan tingkat dasar dijadikan satu macam saja yakni sekolah dasar 6 tahun. Sebenarnya Jepang melakukan penyeragaman itu adalah hanya untuk memudahkan pengawasan terhadap sekolah-sekolah tersebut, baik dalam isi maupun penyelenggaraan.
Mengadakan pelatihan bagi guru-guru di Jakarta untuk mendoktrinasi mereka dalam Hakko Ichiu (“delapan benang-benang dibawah satu atap”, yang inti sarinya adalah pembentukan suatu lingkungan yang didominasi oleh Jepang yang meliputi bagian-bagian besar dunia). Para peserta pelatihan diambil dari tiap-tiap daerah/ kabupaten. Sesudah selesai dari pelatihan tersebut mereka harus kembali ke daerah masing-masing dan mengadakan pelatihan untuk meneruskan hasil-hasil yang diperolehnya selama pelatihan di Jakarta.
Sekolah umum terdiri dari:
a.        Sekolah rakyat enam tahun (kokumin gakko), disamping itu masih ada lagi sekolah desa atau sekolah pertama;
b.         Sekolah menengah pertama tiga tahun;
c.         Sekolah menengah tinggi tiga tahun,
Sekolah guru terdiri dari:
a.         Sekolag guru dua tahun (shoto shinan gakko);
b.         Sekolah guru empat tahun (cuto shinan gakko);
       c.     Sekolah guru enam tahun (koto shinan gakko).         
Rupanya disiplin militer yang merupakan ciri Pemerintahan militer Jepang diterapkan pula di bidang pendidikan. Murid-murid diharuskan melakukan kinrohosyi (kerja bakti), seperti mengumpulkan bahan-bahan untuk perang, menanam bahan makanan, membersihkan asrama, dan memperbaiki jalan-jalan. Selain itu juga diadakan latihan jasmani yang keras serta kemiliteran. Murid-murid menerima pembelajaran sedemikian rupa agar mereka “bersemangat Jepang” (Nippon Seishin).Hal lainnya yang harus dilakukan para pelajar adalah menyanyikan lagu kebangsaan Jepang Kimigayo dan lagu-lagu lainnya, melakukan penghormatan ke arah istana Kaisar di Tokyo seikeirei, dan menghormati bendera Jepang dan melakukan gerak badan taiso. Demikianlah sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan menjadi tempat indoktrinasi Jepang. Menurut Jepang, melalui pendidikan dibentuk kader-kader untuk mempelopori dan melaksanakan konsepsi “Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya” dikatakan tergantung kepada kemenangan dalam “Perang Asia Timur Raya”. Oleh karena itu segala usaha harus ditujukan kepada memenangkan perang itu.
3.        Kesenian
Sifat sastra di masa Pendudukan Jepang sudah dengan sendirinya lain daripada sifat sastra di masa damai. Umumnya isi cerita dan sajak-sajak di tengah-tengah suatu perang yang dahsyat mengandung usaha menimbulkan semangat serta menyebarka patriotisme atau menganjurkan semangat bekerja.Untuk mengarahkan agar karya-karya seniman (seperti roman, sajak, lagu, lukisan, sandiwara dan film) itu jangan menyimpang dari tujuan Jepang, didirikanlah sebuah Pusat kebudayaan pada tanggal 1 April 1943 di Jakarta yang diberi nama bahasa Jepang Keimin Bunka Sidosho. Penyairan hasil karya Pujangga Baru, begitu Jepang tiba di Indonesia, segera mereka hentikan. Di dalam Keimin Bunka Sidosho kegiatan sastrawan-sastrawan dapat diawasi oleh Jepang, karena baik Keimin Bunka Sidosho maupun Jawa Shinbunkai tidak mengizinkan para pengarang atau sastrawan mengeluarkan isi hatinya dalam bentuk karangan atau cerita kecuali bila mendukung poliyik Pemerintah Pendudukan Jepang.

Video propaganda Jepang untuk menarik simpati rakyat Indonesia.


Klik Latihan Soal untuk melakukan evaluasi hasil bacaan

Sumber :

Al-Maruzy, Amir.(Tanpa Tahun).Dampak Pendudukan Jepang di Indonesia.[Online]. Diakses dari http:// www. gurusejarah. com/ 2015/ 01/ dampak-pendudukan-jepang-di-indonesia. html.Diakses pada 29 November 2016.

Kasenda, Peter.(2015). Soekarno Di Bawah Bendera Jepang (1942-1945). Jakarta: Kompas.

Imran, dkk.  (2012). Indonesia dalam arus sejarah. PT. Ichtiar Baru van Hoeve dan KemendikBud          Republik Indonesia.

Poesponegoro&Notosusanto.  (1993). Sejarah Nasional Jilid VI. Jakarta: Balai Pustaka.

Wanhar, Wenri.(2014).Jejak Intel Jepang : Kisah Pembelotan Tomegoro Yoshizumi.Jakarta: Kompas.

Minggu, 27 November 2016

Pendiri Blog

Blog ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah TIK dalam Pendidikan Sejarah yang diampu oleh:

Drs. Tarunasena Ma’mur,M.Pd.


oleh kelompok 5 :

Anisya Rachmiati                    1505169
Bobby Hadiansyah                  1504945
Dikry Feisal Rachman            1503582
Dini Nur Aisyah                       1501796
Rima Fransiska                       1504946




DEPARTEMEN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2016


Untuk kedepannya mudah-mudahan blog ini bisa lebih produktif dan memberi manfaat bagi pembaca terutama untuk siswa sekolah menengah atas dalam belajar dan menambah wawasan tentang sejarah.